Senin, 30 September 2013

citra guna pada Baileo



CITRA dan GUNA pada Rumah Adat Maluku (Baileo)

Arsitektur adalah sebuah bidang ilmu yang dapat diterjemahkan secara universal atau luas dan dapat menjangkau semua aspek kehidupan manusia. Arsitektur seperti arti harafiahnya merupakan ilmu tentang mencipta. Namun, sebuah karya tidak akan hadir begitu saja tanpa sebuah imajinasi untuk membuat tangan mengerti apa yang harus dikerjakannya.
Arsitektur sebagai sesuatu yang bisa menciptakan, juga harus mampu membuat orang lain mengerti tentang ciptaan itu sendiri. Dia harus hadir sebagai lambang yang membahasakan segala yang indah dari penciptaan tersebut.
Di dalam dunia arsitektur terdapat dua unsur yang menyatukan suatu bentuk arsitetural, yaitu guna dan citra.
Kata ‘guna’ dalam bahasa Arsitektur tidak hanya menunjuk pada cara pemanfaatan dan keuntungan fungsional yang bisa pemakai dapatkan saja, tapi juga sebagai sesuatu yang mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kualitas hidup kita. Maksudnya, Arsitektur tidak hanya dipahami sebagai sebuah hasil yang menguntungkan kita, namun sebagai sebuah produk yang mempunya bentuk dan dapat dinikmati. Dan ketika dia bisa dinikmati, maka dia bisa dimengerti.
Unsur ‘citra’ hadir sebagai hasil dari sisi subjektifitas. Kalau halnya ‘guna’ bersifat universal, maka ‘citra’ lebih bersifat unik dan tergantung pandagan tiap individu. ‘Citra’ pada dasarnya hanya menunjuk pada sebuah gambaran atau sebuah kesan penghayatan yang menangkap arti suatu bangunan dimaya seseorang.

Studi kasus: CITRA DAN GUNA RUMAH ADAT MALUKU (Baileo)

A. GUNA/FUNGSI
Fungsi pada Rumah Adat Maluku (Baileo) ini adalah sebagai balai musyawarah suatu masyarakat negeri adat. Bangunan ini tidak difungsikan sebagai tempat tinggal namun sebagai balai adat suatu negeri.
Menurut Dr. Cooley kata Baileu berasal dari kata Melayu yaitu Bale atau Balae yang berarti tempat pretemuan. Padangan tersebut dapat diakui kebenarannya, karena:
1.      Baileo yang berfungsi sebagai tempat pertemuan adalah sesuai dengan fungsi dari balai itu sendiri.
2.      Kata "Balai" dan "Baileu" tidak berbeda jauh. Perubahan dari Balai menjadi Baileu mungkin karena proses "Malukunusasi" sama saja dengan kata rumah menjadi.
Bangunan itu adalah rumah adat yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda suci, tempat upacara adat, sekaligus tempat seluruh warga berkumpul membahas masalah-masalah yang mereka hadapi. Di Maluku, disebut sebagai "Baileo", secara harafiah memang berarti "balai". Baileo Maluku menggunakan istilah "baileo" sebagai namanya, karena memang dimaksudkan sebagai "balai bersama" organisasi rakyat dan masyarakat adat setempat untuk membahas berbagai masalah yang mereka hadapi dan mengupayakan pemecahannya.
Oleh karena itu apabila ditelusuri lebih jauh mengenai fungsi atau guna dari Rumah Adat Maluku (Baileo) menurut bidang ilmu arsitektural adalah:
·         Fungsi/Guna Bentuk
-Bentuk dari Rumah Adat Maluku ini berawal dari fungsinya sebagai balai bersama.
-Rancangan dari bangunan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Maluku pada jaman lampau.
·         Fungsi/Guna Konstruksi
-Rumah Adat Maluku ini memiliki konstruksi sederhana sesuai dengan tingkat teknologi pada saat itu.
-Bentuknya berasal dari konstruksi bangunan itu sendiri.
-Terdapat pula beberapa rancangan struktur yang dibuat untuk kode estetika, dalam hal ini disebut juga ukiran-ukiran yang terdapat pada Baileo seperti pada struktur tangga, kolom, dll.
·         Fungsi/Guna Ekspresi
-Bentuk keseluruhan dari Baileo adalah wujuddari fungsi awal bangunan ini dibangun.
-Bentuk dari bangunan secara simbolik telah menggambarkan fungsinya sendiri.
-Rumah Adat ini dibangun pada saat teknologi konstruksi masih sangat minim, selain itu karena berbentuk rumah panggung, oleh karena itu terlihat rancangan bangunan ini memperlihatkan struktur dan konstruksi secara menonjol.
·         Fungsi/Guna Geometris
-Fungsi geometris yang seringkali mengabaikan guna/fungsi dan lebih mencerminkan pada geometri bangunan tidak diaplikasikan pada bangunan Rumah Adat ini.
-Oleh karena guna dari Baileo adalah sebagai Balai, maka bentuk dari Baileo ini mengikuti fungsinya yaitu sebagai tempat musyawarah. Bentuk panggung itu disesuaikan dengan peraturan adat mengenai suatu bentuk balai bersama.
·         Fungsi/Guna Organis
-Bentuk bangunan rumah adat ini dibangun pada jaman dahulu kala yang mementingkan aspek lingkungan bermasyarakat.
-Karena guna bangunan ini sebagai area musyawarah maka fungsi tersebut menciptakan bentuk Baileo, sehingga bentuk adalah fungsi secara keseluruhan.
·         Fungsi/Guna Ekonomis
-Bentuk dari Rumah Adat ini adalah karena dibangun pada saat konstruksi yang masih sederhana sehingga peralatan yang digunakan pun sederhana dan dengan metode yang sangat efisien, sehingga material utamanya adalah kayu dan papan.
·         Fungsi/Guna Kultural atau Budaya
-Rumah Adat ini adalah simbol kebudayaan dari provinsi Maluku sehingga bentuk tercermin dari budaya setempat.
-Selain itu bentuk dijiwai pula oleh tata cara kehidupan, pola pandang dan spiritual masyarakat Maluku.
B. CITRA
Tampak depan bangunan sangat berpengaruh terhadap pencitraan bangunan tersebut. Sebuah bangunan menjadi lebih enak dipandang jika setiap elemen penyusunnya dirancang selaras satu sama lain. Keselarasan ini mencakup skala, komposisi bentuk, warna, material, serta konsistensi penerapan gaya bangunan. Keberadaan tampak depan (fasad) menjadi sangat penting ketika sosoknya dominan. Misalnya pada bangunan Baileo (Rumah Adat Maluku), bentuknya dibiarkan terbuka dan tanpa dinding. Hal ini juga mempengaruhi citranya.

Berbicara mengenai fungsi, fasad atau tampak depan memiliki banyak fungsi. Fungsi utamanya adalah untuk membatasi pandangan, tapatnya antara lingkungan ke ruang dalam. Pada rumah adat Baileo, fasad dari bangunan ini dibuat hanya setinggi 1-2 meter, hal ini dikarenakan fungsi dari tempat ini sebagai Balai. Masyarakat Maluku membiarkan Rumah Adat ini tanpa dinding agar disaat mereka melakukan musyawarah, rakyat yang duduk di halaman dapat melihat dengan leluasa musyawarah yang berlangsung dalam Baileo dan juga alasan yang lain mengapa Baileo Maluku tak berdinding adalah karena agar supaya roh-roh nenek moyang lebih leluasa masuk dan keluar Baileo.
Selain itu, Baileo yang bentuknya yang menyerupai rumah panggung itu juga disebabkan karena untuk mencegah masuknya binatang-binatang yang dapat mengotorkan Baileo, maka satu-satunya jalan yang harus ditempuh yaitu Baileo harus dibuat lebih tinggi. Selain itu, hal ini disebabkan pula agar supaya roh-roh nenek moyang lebih tinggi dari pada manusia.
Bentuk ukiran atau ornamen pada setiap dinding Baileo juga memiliki arti tersendiri, biasanya merupakan cerminan pola hidup masyarakat setempat ataupun makna spiritual. Selain sebagai estetika, makna dari ukiran-ukiran ini juga menjadi simbol kebudayaan pada rumah ada Baileo.
Dari ukiran-ukiran tersebut terdapat pula jalan cerita kehidupan nenek moyang pada jaman dulu. Selain itu terdapat pula ukiran yang melambangkan masing-masing klan atau marga dari negeri adat tersebut.

Soal keindahan, yang ini juga tak kalah menarik. Desain yang menarik, diyakini dapat meningkatkan citra bangunan. Perlu desain menarik agar memberikan kesan yang baik dan mendalam terhadap pemerhatinya. Secara visual fasad mencitrakan konsep desain rumah secara keseluruhan. Oleh karena itu bentuk pencitraan dari bangunan Baileo ini merupakan bentuk pencitraan yang memiliki nilai kebudayaan, norma dan spiritual yang sangat berhubungan erat. Masyarakat Maluku sendiri pun dapat merasakan keterikatannya dengan memperhatikan keseluruhan tampak bangunan ini.

Citra Guna



CITRA DAN GUNA
A.      Citra
Image atau Citra didefinisikan sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran yang ada di dalam benak seseorang. Citra dapat berubah menjadi buruk atau negatif, apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya.
Bill Canton mengatakan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran dari publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi. Menurut Philip Henslowe, citra adalah kesan yang diperoleh dari tingkat pengetahuan dan pengertian terhadap fakta (tentang orang-orang, produk atau situasi). Kemudian Rhenald Kasali juga mendefinisikan citra sebagai kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman itu sendiri timbul karena adanya informasi.
Sedangkan Frank Jefkins mengartikan citra sebagai kesan, gambaran atau impresi yang tepat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya) mengenai berbagai kebijakan, personel, produk, atau jasa-jasa suatu organisasi atau perusahaan.
1.    Jenis Citra
Ada beberapa jenis citra menurut Frank Jefkins yaitu:
a.       Mirror Image (Citra Bayangan). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi – biasanya adalah pemimpinnya – mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar. Dalam situasi yang biasa, sering muncul fantasi semua orang menyukai kita.
b.      Current Image (Citra yang Berlaku). Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya.
c.       Multiple Image (Citra Majemuk). Yaitu adanya image yang bermacam-macam dari publiknya terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi kita.
d.      Corporate Image (Citra Perusahaan). Apa yang dimaksud dengan citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.
e.       Wish Image (Citra Yang Diharapkan). Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra yang diharapkn biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya.

2.      Penggambaran Citra

Menurut Nimoeno citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap:“....proses-proses psikodinamis yang berlangsung pada individu konsumen berkisar antara komponen-komponen persepsi, kognisi, motivasi dan sikap konsumen terhadap produk. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental representation (citra) dari stimulus.”

Empat komponen tersebut dapat diartikan sebagai:

a.       Persepsi. Diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya mengenai rangsang. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra.

b.      Kognisi.Yaitu suatu keyakinan diri individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat memengaruhi perkembangan informasinya.

c.       Motif, Adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

d.      Sikap.Adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu.


B.  GUNA
Guna artinya adalah manfaat, berguna yang diberikan untuk seorang anak Laki-Laki.  Nama Guna berasal dari Jawa (Indonesia), dengan huruf awal G dan terdiri atas 4 huruf.  Kata Guna memiliki pengertian, definisi, maksud atau makna manfaat, berguna, bisa digunakan untuk nama bayi (nama anak), nama perusahaan, nama merek produk, nama tempat, dan lain sebagainya.  Kata Guna yang bermakna manfaat, berguna serta berasal dari Jawa (Indonesia) ini boleh anda gunakan selama arti Guna tidak berkonotasi negatif di lingkungan anda.
Informasi Lebih Rinci (Detil) :
Kata / Nama : Guna
Arti Nama : manfaat, berguna
Asal Nama : Jawa (Indonesia)
Jenis Kelamin Nama : Laki-Laki
Huruf Awal Nama : G
Jumlah Huruf Nama : 4 Huruf
Kesimpulan dari Nama Guna :
Kesimpulan 1 :  Pengertian atau arti nama Guna adalah manfaat, berguna
Kesimpulan 2 :  Salah satu bentuk nama yang memiliki arti manfaat, berguna yaitu adalah nama Guna
Kesimpulan 3 :  Nama Guna yang berarti manfaat, berguna adalah nama untuk manusia berjenis
kelamin Laki-Laki
Kesimpulan 4 :  Nama Guna asal-muasalnya dari Jawa (Indonesia) yang mempunyai makna manfaat, berguna.

Rabu, 11 September 2013

Arsitektur Klasik

Arsitektur Klasik

 Arsitektur klasik aadalah gaya bangunan dan teknik mendesain yang mengacu pada zaman klasik Yunani, seperti yang digunakan di Yunani kuno pada periode Helenistik dan Kekaisaran Romawi. Dalam sejarah arsitektur, Arsitektur Klasik ini juga nantinya terdiri dari gaya yang lebih modern dari turunan gaya yang berasal dari Yunani.

Sejarah

Saat orang berpikir tentang arsitektur klasik, umumnya mereka berpikir sebuah bangunan yang terbuat dari kayu, batu, dll. Dalam beberapa kasus hal tersebut benar, namun arsitektur klasik juga banyak memiliki napas modern dan desain gedung yang rumit. Misalnya, atap, tiang, bahkan struktur batu atau marmer dibuat dengan detail sempurna.
Langgam Arsitektur Klasik muncul bersamaan dengan dimulainya peradaban tulisan secara formal. Belum ditemukan secara spesifik kapan era ini dimulai maupun berakhir. Namun, jenis langgam ini banyak dijumpai di benua Eropa. Dalama beberapa alasan, jenis arsitektur ini dibangun dengan tiga tujuan: sebagai tempat berlindung (fungsi rumah tinggal, sebagai wadah penyembahan Tuhan (fungsi rumah peribadatan) dan tempat berkumpul (balai kota, dsb). Untuk alasan kedua dan ketiga inilah bangunan ini dibuat sedetail mungkin dan seindah mungkin dengan memberi ornamen-ornamen hiasan yang rumit.
Seiring waktu berlalu, bangunan menjadi lebih rumit dan lebih rinci. Beberapa peradaban yang tumbuh dari batu dan lumpur turut memperkaya ragam bentuk Arsitektur Klasik, misalnya candi dan kuburan orang-orang Mesir.

Arsitektur Klasik Saat Ini

Bentuk-bentuk arsitektur klasik masih eksis hingga saat ini dan diadopsi dalam bangunan-bangunan modern. Pilar-pilar besar, bentuk lengkung di atas pintu, atap kubah, dsb adalah sebagian ciri Arsitektur Klasik. Ornamen-ornamen ukiran yang rumit dan detail juga kerap menghiasi gedung-gedung yang dibangun di masa sekarang.

 


 

 

Arsitektur

Arsitektur


Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lanskap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.


Ruang lingkup dan keinginan


Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.
Arsitektur adalah holak, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dsb. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme, post-strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang memengaruhi arsitektur.


Teori dan praktik


Pentingnya teori untuk menjadi rujukan praktik tidak boleh terlalu ditekankan, meskipun banyak arsitek mengabaikan teori sama sekali. Vitruvius berujar: "praktikdan teori adalah akar arsitektur. Praktik adalah perenungan yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya dengan tangan, dalam proses konversi bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek yang berpraktik tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktik hanya berpegang kepada "bayangan" dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktik, ia memiliki senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat mewujudkannya dalam pelaksanaan". Ini semua tidak lepas dari konsep pemikiran dasar bahwa kekuatan utama pada setiap Arsitek secara ideal terletak dalam kekuatan idea.

Sejarah


Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktik-praktik, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak bagian dunia.
Permukiman manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban. Kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitek-arsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.
Pada masa Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum.
Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.
Sementara itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
Ketika Arsitektur Modern mulai dipraktikkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan estetis. Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki sebagai "master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi masal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi.
Namun, masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan, keseragaman, serta dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" (bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional sementara eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.
Sebagian arsitek lain (dan juga non-arsitek) menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat ditempati. Design Methodology Movement yang melibatkan orang-orang seperti Chris Jones atau Christopher Alexander mulai mencari proses yang lebih inklusif dalam perancangan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Peneilitian mendalam dalam berbagai bidang seperti perilaku, lingkungan, dan humaniora dilakukan untuk menjadi dasar proses perancangan.
Bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas bangunan,arsitektur menjadi lebih multi-disiplin daripada sebelumnya. Arsitektur sekarang ini membutuhkan sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Inilah keadaan profesi arsitek sekarang ini. Namun demikian, arsitek individu masih disukai dan dicari dalam perancangan bangunan yang bermakna simbol budaya. Contohnya, sebuah museum senirupa menjadi lahan eksperimentasi gaya dekonstruktivis sekarang ini, namun esok hari mungkin sesuatu yang lain.


Kesimpulan

bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di negara-negara berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju. Arsitek tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian arsitek hanya dicari dalam pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya / politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri. Selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah sebuah dialog yang dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin ilmu.